Setiap diri kita akan diuji dengan sesuatu yang kita cintai, demikianlah syair yang dilantunkan oleh ustadz muda Jefri Al-Buhori, memang betul adanya demikian. Soo coba kita lihat setiap perjalanan hidup kita, terkadang kita harus merelakan sesuatu yang kita cintai baik itu yang berbentuk materi maupun non materi. Pertanyaannya adalah apakah lantas kita harus bersedih..? menurutku yah harus, kenapa aku katakan harus, sebab ketika kita kehilangan sesuatu yang kita cintai kemudian kita biasa – biasa saja berarti ada ketidakjujuran dalam kecintaan kita kepada sesuatu itu. Menurutku persoalannya adalah bukan sedih atau tidak sedihnya kita akan tetapi bagaimana kita mampu ditengah – tengah kesedihan yang kita alami kita mampu tetap dalam kondisi penuh kepasrahan kepada yang Maha Memiliki, siapa dia..? Dia adalah Allah SWT.
Bagaimana mungkin ketika kita kehilangan sesuatu yang kita cintai kemudian kita tidak bersedih, memang tabiat manusia begitu kok. kita mungkin ingat kesedihan Rasulullah Saw ketika ditinggalkan istri tercintanya Hadijah dan juga ketika beliau ditinggal oleh anak yang dicintainya, beliau menangis dan sedih. Sekali lagi persoalnnya bukan sedih atau tidak sedih akan tetapi lebih kepada sejauhmana kita mampu mengambil ibroh dari peristiwa tersebut, munculnya kesadaran bahwa yang namanya hidup pasti akan mati, memaknai bahwa segala sesuatu yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan jadi ketika yang nitip hendak mengambil ya kita harus ridho dan ikhlas untuk mengembalikan barang titipan tersebut. Disinilah nantinya kita bisa melihat diri kita sendiri sampai sejauhmana ketergantungan kita kepada Allah SWt sebagai Dzat yang maha memiliki. Apakah kita akan menjadi manusia yang tangguh dan sabar sehingga kecintaan Allah semakin dalam atau memang kita berubah menjadi manusia yang tidak tahan dan pura – pura tidak tahu bahwa hidup itu akan berakhir..? jawabanya tidak bisa disamaratakan tergantung kita masing – masing.
Kehilangan sampai kepada perpisahan itu adalah sirkulasi kehidupan yang memang bakalan terjadi, terserah kita mau rela atau tidak, kita mau ridho atau tidak yang jelas memang seperti itulah faktanya. Berat memang untuk merelakan sesuatu yang kita cintai lenyap didepan mata kita, akan tetapi mau bagaimana lagi memang sudah demikian aturannya. maka dari itu Allah selalu mengingatkan kita semua bahwa ketika kita sedang merasakan kebahagiaan dan kegembiraan ingatlah Allah, sehingga Allah akan ingat kita manakala kita dalam keadaan sebaliknya. Bisa ngga yah.. kita seperti itu..? jawabannya bisa jadi bisa atau juga tidak bisa, tergantung jenis manusianya.
Kalau manusia yang tidak mampu memaknai hakekat dari kehidupan dipastikan dia akan “meleleh” seperti lilin yang termakan api, tapi bagi orang yang memang sudah siap betul akan kondisi seperti itu, Insya Allah dia akan mampu melewati masa itu dengan penuh keridhoaan dan ketawadhu’an lalu diiringi dengan mengevaluasi diri, apa yang telah kita lakukan sehingga sampai terjadi demikian, apakah memang kita sering lalai ketika diberi nikmat, sering terbersit sombong sehingga tidak pernah memanjatkan do’a kepada yang maha memiliki, sehingga merasa bahwa kitalah yang membuat aturan kehidupan kita dan kita lah yang paling bisa menentukan arah hidup ini, lalu munculah diri merasa sudah tidak perlu membutuhkan pertolongan dari Allah SWT. Wallahu’alam,hanya diri kita dan Allah sajalah yang tahu tentang lintasan hati kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar