Minggu, 28 Februari 2010

Individu keluarga dan masyarakat

ILMU PENGETAHUAN


Pengetahuan diperoleh karena ada rangsangan pada diri manusia untuk mengetahui sesuatu dalam rangka mempertahankan hidupnya. Pengetahuan ada yang umum dan ada yang khusus. Pengetahuan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara pengetahuan dengan objeknya. Pengetahuan menjadi ilmiah karena adanya keinginan yang mendalam untuk menyelidiki sesuatu yang ingin kita ketahui dengan menggunakan metode tertentu, dan itulah yang kemudian disebut ilmu pengetahuan. Penelitian untuk menyelidiki kebenaran ilmiah dapat dilakukan melalui pendekatan induktif maupun deduktif. Ilmu pengetahuan dikembangkan bukan hanya untuk ilmu pengetahuan itu sendiri, tetapi juga karena adanya kepentingan-kepentingan di dalamnya. Apa pun kepentingannya, ilmu pengetahuan seharusnya dikembangkan untuk meningkatkan harkat dan kesejahteraan manusia.

ILMU BUDAYA DASAR, ILMU ALAMIAH DASAR, DAN ILMU SOSIAL DASAR

Ilmu pengetahuan dapat dikelompokan melalui beberapa cara. Secara umum ilmu pengetahuan dikelompokan menjadi tiga yaitu ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan ilmu pengetahuan budaya atau lebih umum disebut ilmu pengetahuan humaniora. Pengelompokan ilmu pengetahuan ini yang mendasari pengembangan Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, dan Ilmu Budaya Dasar sebagai matakuliah dasar umum yang wajib diambil oleh mahasiswa di samping matakuliah dasar umum lainnya seperti Agama, Pancasila, dan Kewiraan. Matakuliah Ilmu Sosial Dasar bukanlah merupakan suatu disiplin ilmu tetapi lebih merupakan kajian yang sifatnya multi atau interdisipliner. Ilmu Sosial Dasar diajarkan untuk memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum kepada mahasiswa tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala sosial yang terjadi di sekitamya. Dengan demikian, diharapkan mahasiswa dapat memiliki kepekaan sosial yang tinggi terhadap lingkungan sosialnya. Dengan kepekaan sosial yang dimilikinya, mahasiswa diharapkan memiliki kepedulian sosial dalam menerapkan ilmunya di masyarakat.

ILMU PENGETAHUAN DAN PEMANFAATANNYA

Ilmu pengetahuan dikembangkan untuk meningkatkan harkat hidup manusia, sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Masalahnya, manusia sering memiliki rasa serakah, sehingga ilmu pengetahuan tidak jarang digunakan untuk memenuhi kepentingannya sendiri walaupun dengan cara mengorbankan orang lain. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya penyalahgunaan ilmu pengetahuan. Karena itulah ilmu pengetahuan harus memiliki etika atau kode etik ilmu pengetahuan. Dalam mempelajari etika ilmu pengetahuan, masalah yang menjadi perhatian utama adalah masalah utilitarisme. Utilitarisme adalah nilai praktis kegunaan ilmu pengetahuan. Dalam konteks utilitarisme, ilmu pengetahuan harus dikembangkan dalam rangka memberikan kebahagiaan dan kesejehteraan semua manusia. Dari situlah perlu ada rasa keadilan dalam penerapan ilmu pengetahuan.

INDIVIDU, KELUARGA, MASYARAKAT, DAN KEBUDAYAAN

KONSEP INDIVIDU DAN KONSEP KELUARGA

Individu sebagai manusia perseorangan pada dasarnya dibentuk oleh tiga aspek yaitu aspek organis jasmaniah, psikis rohaniah, dan sosial. Dalam perkembangannya menjadi ‘manusia’, sebagaimana diistilahkan oleh Dick Hartoko, individu tersebut menjalani sejumlah bentuk sosialisasi. Sosialisasi inilah yang membantu individu mengembangkan ketiga aspeknya tersebut.

Salah satu bentuk sosialisasi adalah pola pengasuhan anak di dalam keluarga, mengingat salah satu fungsi keluarga adalah sebagai media transmisi atas nilai, norma dan simbol yang dianut masyarakat kepada anggotanya yang baru. Di masyarakat terdapat berbagai bentuk keluarga di mana dalam proses pengorganisasiannya mempunyai latar belakang maksud dan tujuannya sendiri. Pranata keluarga ini bukanlah merupakan fenomena yang tetap melainkan sebuah fenomena yang berubah, karena di dalam pranata keluarga ini terjadi sejumlah krisis. Krisis tersebut oleh sebagian kalangan dikhawatirkan akan meruntuhkan pranata keluarga ini. Akan tetapi bagi kalangan yang lain apa pun krisis yang terjadi, pranata keluarga ini akan tetap survive.

KONSEP MASYARAKAT DAN KONSEP KEBUDAYAAN

Masyarakat adalah sekumpulan individu yang mengadakan kesepakatan bersama untuk secara bersama-sama mengelola kehidupan. Terdapat berbagai alasan mengapa individu-individu tersebut mengadakan kesepakatan untuk membentuk kehidupan bersama. Alasan-alasan tersebut meliputi alasan biologis, psikologis, dan sosial. Pembentukan kehidupan bersama itu sendiri melalui beberapa tahapan yaitu interaksi, adaptasi, pengorganisasian tingkah laku, dan terbentuknya perasaan kelompok. Setelah melewati tahapan tersebut, maka terbentuklah apa yang dinamakan masyarakat yang bentuknya antara lain adalah masyarakat pemburu dan peramu, peternak, holtikultura, petani, dan industri. Di dalam tubuh masyarakat itu sendiri terdapat unsur-unsur persekutuan sosial, pengendalian sosial, media sosial, dan ukuran sosial. Pengendalian sosial di dalam masyarakat dilakukan melalui beberapa cara yang pada dasarnya bertujuan untuk mengontrol tingkah laku warga masyarakat agar tidak menyeleweng dari apa yang telah disepakati bersama. Walupun demikian, tidak berarti bahwa apa yang telah disepakati bersama tersebut tidak pernah berubah. Elemen-elemen di dalam tubuh masyarakat selalu berubah di mana cakupannya bisa bersifat mikro maupun makro.

Apa yang menjadi kesepakatan bersama warga masyarakat adalah kebudayaan, yang antara lain diartikan sebagai pola-pola kehidupan di dalam komunitas. Kebudayaan di sini dimengerti sebagai fenomena yang dapat diamati yang wujud kebudayaannya adalah sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari serangkaian tindakan yang berpola yang bertujuan untuk memenuhi keperluan hidup. Serangkaian tindakan berpola atau kebudayaan dimiliki individu melalui proses belajar yang terdiri dari proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.

HUBUNGAN ANTARA INDIVIDU, KELUARGA, MASYARAKAT, DAN KEBUDAYAAN

Aspek individu, keluarga, masyarakat dan kebudayaan adalah aspek-aspek sosial yang tidak bisa dipisahkan. Keempatnya mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Tidak akan pernah ada keluarga, masyarakat maupun kebudayaan apabila tidak ada individu. Sementara di pihak lain untuk mengembangkan eksistensinya sebagai manusia, maka individu membutuhkan keluarga dan masyarakat, yaitu media di mana individu dapat mengekspresikan aspek sosialnya. Di samping itu, individu juga membutuhkan kebudayaan yakni wahana bagi individu untuk mengembangkan dan mencapai potensinya sebagai manusia.

Lingkungan sosial yang pertama kali dijumpai individu dalam hidupnya adalah lingkungan keluarga. Di dalam keluargalah individu mengembangkan kapasitas pribadinya. Di samping itu, melalui keluarga pula individu bersentuhan dengan berbagai gejala sosial dalam rangka mengembangkan kapasitasnya sebagai anggota keluarga. Sementara itu, masyarakat merupakan lingkungan sosial individu yang lebih luas. Di dalam masyarakat, individu mengejewantahkan apa-apa yang sudah dipelajari dari keluarganya. Mengenai hubungan antara individu dan masyarakat ini, terdapat berbagai pendapat tentang mana yang lebih dominan. Pendapat-pendapat tersebut diwakili oleh Spencer, Pareto, Ward, Comte, Durkheim, Summer, dan Weber. Individu belum bisa dikatakan sebagai individu apabila dia belum dibudayakan. Artinya hanya individu yang mampu mengembangkan potensinya sebagai individulah yang bisa disebut individu. Untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya ini atau untuk menjadi berbudaya dibutuhkan media keluarga dan masyarakat.

KEPENDUDUKAN, GENERASI, DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

PENGERTIAN DAN KAJIAN KEPENDUDUKAN

Ilmu yang mempelajari masalah kependudukan adalah demografi.

Istilah ini pertama kali digunakan oleh Achille Guillard. Demografi sebagai suatu ilmu telah muncul sejak abad ke-17.

John Graunt seorang pedagang di London, yang melakukan analisis data kelahiran dan kematian, migrasi dan perkawinan dalam hubungannya dengan proses penduduk dianggap sebagai Bapak Demografi.

Jumlah penduduk dapat meningkat, stabil atau menurun. Indikator dari perubahan penduduk ini adalah tingkat kelahiran, kematian dan migrasi.

Komposisi penduduk merupakan suatu konsep yang mengacu pada susunan penduduk menurut kriteria tertentu, seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, suku bangsa, dan pendidikan.

Data mengenai struktur penduduk yang disajikan secara grafis disebut piramida penduduk (population pyramid).

Kebijaksanaan kependudukan berhubungan dengan keputusan pemerintah.

Dengan mempengaruhi kelahiran, kematian, dan persebaran penduduk, pemerintah memiliki strategi yang dianggap baik untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Di luar kebijaksanaan persebaran penduduk atau migrasi, secara garis besar, kebijaksanaan kependudukan terbagi menjadi dua bagian, yaitu kebijaksanaan pronatal dan kebijaksanaan antinatal.

Karakteristik angkatan kerja tidak terlepas dari pengaruh ketiga variabel utama kependudukan (kelahiran, kematian, dan migrasi). Kehidupan sosial suatu negara dapat digambarkan jika kita mengetahui komposisi lapangan pekerjaan dari angkatan kerjanya.

Antara kekuatan-kekuatan ekonomi dan kekuatan-kekuatan demografi ada hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi.

GENERASI, REGENERASI, DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Generasi secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu masa di mana kelompok manusia pada masa tersebut mempunyai keunikan yang dapat memberi ciri pada dirinya dan pada perubahan sejarah atau zaman.

Menurut Notosusanto, pengertian generasi itu sendiri sebenarnya lebih berlaku untuk kelompok inti yang menjadi panutan masyarakat zamannya, yang dalam suatu situasi sosial dianggap sebagai pimpinan atau paling tidak penggaris pola zamannya (pattern setter).

Di Indonesia, dianggap telah ada empat generasi, yaitu generasi ‘20-an, generasi ’45, generasi ’66, dan generasi reformasi (’98).

Suatu generasi harus dipersiapkan untuk menghadapi tantangan pada zamannya, melaksanakan pembangunan dengan sumber daya yang ada dan akan ada, serta menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan dari pembangunan dan sumber daya-sumber daya tersebut.

Untuk itu diperlukan adanya suatu sistem dan mekanisme pembangunan dalam keseluruhan yang melibatkan semua pihak, baik aparatur, peraturan, pengawas, maupun rakyatnya (grass-root).

Selain itu, diperlukan juga kajian-kajian sosial seperti ekonomi, kependudukan (demografi) dan ekologi untuk pendukungnya.

Cara pandang kita terhadap pengertian generasi, baik dari sisi terminologi maupun fakta dan persepsinya tidak dapat dilakukan dengan terlalu sederhana.

Dari generasi ke generasi selalu memunculkan permasalahan yang khusus dan pola penyelesaiannya akan khas pula tergantung faktor manusia dan kondisi yang ada pada zamannya.

Masing-masing generasi mencoba menjawab tantangan yang khas pada masanya dan seharusnyalah dipandang secara holistik (menyeluruh) untuk mempelajari dan mengkajinya.

Pemahaman tentang sejarah dan wawasan yang luas sangat mempengaruhi tantang penilaian dan persepsi terhadap keberadaan suatu generasi dan masyarakat secara keseluruhan.

Bila kita kaitkan antara generasi dengan pembangunan, maka keberadaan generasi tidak akan terlepas dari karakter dan ciri-ciri penduduk suatu bangsa beserta kondisinya.

Masalah penduduk yang meliputi jumlah, komposisi, persebaran, perubahan, pertumbuhan dan ciri-ciri penduduk berkaitan langsung dengan perhitungan-perhitungan pembangunan, baik konsep, tujuan maupun strategi pembangunan suatu bangsa.

Penduduk suatu bangsa dapat merupakan modal yang sangat penting bagi pembangunan (sumber daya), tetapi jika tidak dipelajari dan disesuaikan akan dapat menjadi faktor penghambat yang cukup penting pula.

Masing-masing negara mempunyai kebijakan regenerasi yang berbeda dalam menangani masalah penduduk dan dalam melakukan kaderisasi.

Pembangunan yang ideal ialah pembangunan yang harus disikapi dengan arif, cermat dan dengan konsep yang berkelanjutan (sustainable development), disesuaikan dengan kondisi dan karakter bangsa itu sendiri.

Sumber Buku Ilmu Sosial Dasar Karya Effendi Wahyono dkk

Pemuda dan Sosialisasi

Pemuda dan Sosialisasi

Tujuan Instruksonal Umum :

Mahasiswa dapat memahami dam menghayati masalah –masalah kepemudaan , identitasnya sebagai pemuda yang sedang belajar di perguruan tinggi

Tujuan Instruksional Khusus :

- Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian pemuda
- Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian sosialisasi
- Mahasiswa dapat menjelaskan internalisasi belajar dan sosialisasi
- Mahasiswa dapat menjelaskan proses sosialisasi
- Mahasiswa dapat menjelaskan peranan sosial mahasiswa dan pemuda di masyarakat
- Mahasiswa dapat menjelaskan pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda
- Mahasiswa dapat menjelaskan 2 pengertian pokok pembinaan dan pengembngan generasi muda
- Mahasiswa dapat menuliskan masalah-masalah generasi muda
- Mahasiswa dapat menyebutkan potensi-potensi generasi muda
- Mahasiswa dapat menyebutkan tujuan pokok sosialisasi
- Mahasiswa dapat mengembangjkan potensi generasi muda
-

PENDAHULUAN

Pemuda adalah golongan manusia manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung, pemuda di Indonesia dewasa ini sangat beraneka ragam, terutama bila dikaitkan dengan kesempatan pendidikan. Keragaman tersebut pada dasarnya tidak mengakibatkan perbedaan dalam pembinaan dan pengembangan generasi muda.
Proses kehidupan yang dialami oleh para pemuda Indonesia tiap hari baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat membawa pengauh yang besar pula dalam membina sikap untuk dapat hidup di masyarakat. Proses demikian itu bisa disebut dengan istilah sosialisasi, proses sosialisasi itu berlangsung sejak anak ada di dunia dan terus akan berproses hingga mencapai titik kulminasi.

Pemuda Indonesia
Pemuda dalam pengertian aalah manusia-manusia muda, akan tetapi di Indonesia ini sehubungan dengan adanya program pembinaan generasi muda pengertian pemuda diperinci dan tersurat dengan pasti. Ditinjau dari kelompok umur, maka pemuda Indonesia adalah sebagai berikut :
Masa bayi : 0 – 1 tahun
Masa anak : 1 – 12 tahun
Masa Puber : 12 – 15 tahun
Masa Pemuda : 15 – 21 tahun
Masa dewasa : 21 tahun keatas
Diliaht dari segi budaya atau fungsionalya maka dikenal istilah anak, remaja dan dewasa, dengan perincian sebagia berikut :
Golongan anak : 0 – 12 tahun
Golongan remaja : 13 – 18 tahun
Golongan dewasa : 18 (21) tahun keatas
Usia 0-18 tahun adalah merupakan sumber daya manusia muda, 16 – 21 tahun keatas dipandang telah memiliki kematangan pribadi dan 18(21) tahun adalah usia yagn telah diperbolehkan untuk menjadi pegawai baik pemerintah maupun swasta
Dilihat dari segi ideologis politis, generasi muda adalah mereka yang berusia 18 – 30 – 40 tahun, karena merupakan calon pengganti generasi terdahulu. Pengertian pemuda berdasarkan umur dan lembaga serta ruang lingkup tempat pemuda berada terdiri atas 3 katagori yaitu :
1. siswa, usia antara 6 – 18 tahun, masih duduk di bangku sekolah
2. Mahasiswa usia antara 18 – 25 tahun beradi di perguruan tinggi dan akademi
3. Pemuda di luar lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi yaitu mereka yang berusia 15 – 30 tahun keatas.
Akan tetapi, apabila melihat peran pemuda sehubungan dengan pembangunan, peran itu dibedakan menjadi dua yaitu
1. Didasarkan atas usaha pemuda untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan lingkungan. Pemuda dalam hal ini dapat berperan sebagai penerus tradisi dengan jalan menaati tradisi yang berlaku
2. Didasarkan atas usaha menolak menyesuaikan diri dengan lingkungan. Peran pemuda jenis ini dapat dirinci dalam tiga sikap, yaitu : pertama jenis pemuda “pembangkit” mereka adalah pengurai atu pembuka kejelasan dari suatu masalah sosial. Mereka secara tidak langsung ktu mengubah masyarakat dan kebudayaan. Kedua pemuda pdelinkeun atau pemuda nakal. Mereka tidak berniat mengadakan perubahan, baik budaya maupun pada masyarakat, tetapi hanya berusaha memperoleh manfaat dari masyarakat dengan melakukan tidnakan menguntungkan bagi dirinya, sekalipun dalam kenyataannya merugikan. Ketiga, pemuda radikal. Mereka berkeinginan besar untuk mengubah masyarakat dan kebudayaan lewat cara-cara radikal, revolusioner.
Kedudukan pemuda dalam masyarakat adalah sebagai mahluk moral, mahluk sosial. Artinya beretika, bersusila, dijadikan sebagai barometer moral kehidupan bangsa dan pengoreksi. Sebagai mahluk sosial artinya pemuda tidak dapat berdiri sendiri, hidup bersama-sama, dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma, kepribadian, dan pandangan hidup yagn dianut masyarakat. Sebagai mahluk individual artinya tidak melakukan kebebasan sebebas-bebasnya, tetapi disertai ras tanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, dan terhadap Tuhan Yang maha Esa.

Sosialisasi Pemuda
Melalui proses sosialisasi, seorang pemuda akna terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Dengan dmeikian, tingkah laku seseorang akan dapat diramalkan. Dengan proses sosialisasi, seseorang menajdi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dari keadaan tidak atau belum tersosialisasi, menjadi manusia masyarakat dan beradab. Kedirian dan kepribadian melalui proses sosialisasi dapat terbentuk. Dalam hal ini sosialisasi diartikan sebagai proses yang membantu individu melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaiman cari hidup dan bagaimana cara berpikir kelompoknya gar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya. Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan hubungannya degnan sistem sosial.
Proses sosialisasi banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan. Berbeda dengan inkulturasi yang mementingkan nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan dalam jiwa individu, sosialisasi dititik beratkan pada soal individu dalam kelompok melalui pendidikan dan perkembangannya. Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang. Kedirian (self) sebagai suatu prosuk sosialisasi, merupakan kesadaran terhadap diri sendri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya. Kesadaran terhadap diri sendiri membuat timbulnya sebutan “aku” atau “saya” sebagai kedirian subyektif yang sulit dipelajari. Asal mula timbulnya kedirian :
1. Dalam proses sosialisasi mendapat bayangan dirinya, yaitu setelah memperhatikan cara orang lain memandang dan memperlakukan dirinya. Misalnya ia tidak disukai, tidak dihargai, tidak dipercaya; atau sebaliknya, ida disayangi, baik budi dandapt dipercaya
2. Dalam proses sosialisasi juga membentuk kedirian yang ideal. Orang bersangkutan mengetahui dengan pasti apa-apa yang harus ia lakukan agar memperoleh penghargaan dari orang lain. Bentuk-bentuk kedirian ini berguna dalam meningkatkan ketaatan anak terhadap norma-norma sosial

Bertitik tolak dari pengertian pemuda, maka sosialisasi pemuda dimulai dari umur 10 tahun dalam lingkungan keluarga, tetangga, sekolah, dan jalur organisasi formal atau informal untuk berperan sebagai mahluk sosial, mahluk individual bagi pemuda

Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan

Komunitas atau masyarakat perkotaan sering diidentikan dengan masyarakat modern (maju), dan tidak jarang pula dipertentangkan dengan masyarakat pedesaan, yang akrab pula dengan predikat masyarakat tradisonal manakala dilihat dari aspek kulturnya. Spesifikasi masyarakat kota atau masyarakat maju itu antara lain sebgai berikut,

(1) hubungan antar anggota masyarakat nyaris bertumpu pada pertimbangan untuk kepentingan masing-masing pribadi warga kota tersebut,

(2) hubungan dengan masyarakat perkotaan lainnya berlangsung secara terbuka dan saling berinteraksi,

(3) mereka warga kota yakin bahwa iptek memiliki manfaat yang signifikan dalam meningkatkan kualitas kehidupan,

(4) masyarakat kota berdeferensiasi atas dasar perbedaan profesi dan keahlian sebagai fungsi pendidikan dan pelatihan,

(5) tingkat pendidikan masyarakat kota relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan,

(6) aturan-aturan atau hukum yang berlaku dalam masyarakat perkotaan lebih berorientasi pada aturan atau hukum formal yang bersifat kompleks,

(7) tatanan ekonomi yang berlangsung dalam masyarakat perkotaan umumnya ekonomi-pasar yang berorientasi pada nilai uang, persaingan, dan nilai-nilai inovatif lainnya.

Spesifikasi tadi berlaku dalam skala kelompok atau masyarakat. Adapun spesifikasi berskala individu sebagai warga masyarakat kota, antara lain sebagai berikut,

(1) senantiasa menerima perubahan setelah memahami adanya kelemahan-kelemahan kondisi yang rutin,

(2) peka terhadap masalah dan menyadari bahwa masalah tersebut tidak terlepas dari keberadaan dirinya,

(3) terbuka bagi pengalaman-pengalaman baru (inovasi) disertai sikap yang tidak apriori atau prasangka,

(4) setiap pendiriannya selalu dilengkapi dengan informasi yang akurat,

(5) orientasi pada waktu yang bertumpu pada logika bahwa waktu lampau adalah pengalaman, waktu sekarang adalah fakta, dan waktu mendatang adalah harapan yang mesti diperjuangkan,

(6) ia sangat memahami akan potensi dirinya, dan potensi itu ia yakin dapat dikembangkan,

(7) ia senantiasa ingin terlibat dan peka terhadap suatu perencanaan,

(8) ia selalu menghindar dari situasi yang fatalistik dan tidak mudah menyerah pada keadaan atau nasib,

(9) ia meyakini akan manfaat iptek dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan manusia,

(10) ia memahami, menyadari, dan menghormati akan hak-hak, kewajiban, dan kehormatan pihak lain. Spesifikasi masyarakat dan individu di daerah perkotaan, tidaklah mudah diperoleh dan dimiliki oleh masyarakat dan individu yang bersangkutan. Tidak bisa dipungkiri, bahwa fungsi pendidikan, pelatihan, pengidentifikasian, dan pengadaptasian nilai-nilai kehidupan yang maju, yang telah menjadi bagian integral dalam masyarakat perkotaan.

Ada beberapa kendala yang mengganggu usaha pengembangan manusia yang maju, antara lain,

(1) kekurangmampuan diri dalam membaca dan memahami peran-peran fihak lain, atau populer disebut empati, dan rendahnya tingkat aspirasi dan kegairahan untuk melihat masa depan.

(2) ketidakmampuan untuk menunda kepuasan atau keinginan yang berlebih akan sesuatu kebutuhan,

(3) langkanya daya kreasi dan inovasi. Individu dan masyarakat perkotaan memiliki lebih banyak peluang untuk berperan sebagai pembawa proses pembaruan, dimana dalam proses pembaruan tersebut akan sarat dengan upaya pemecahan sejumlah masalah yang berkembang. Dalam kaitan dengan perkara tadi, Nichoff (Pudjiwati Sajogyo, 1985) menampilkan sejumlah kiat sebagai acuan bagi para pelaku atau aktor pembaruan atau pembangunan.

Kiat-kiat yang dimaksud antara lain,

(1) kemampuan berkomunikasi secara ajeg, baik dalam menghadapi massa atau publik, maupun dalam tatap muka secara personal, atau apa yang telah populer disebut face to face,

(2) kemampuan melakukan antisipasi dalam masyarakat lewat keterampilan beradaptasi dengan memanfaatkan fungsi bahasa, gagasan (ide), peralatan (sistem teknologi), dan potensi-potensi lain yang relevan dengan tuntutan atau masalah yang tengah berkembang,

(3) kemampuan untuk mendemonstrasikan gagasan dan teknologi baru sehingga meyakinkan pihak lain untuk menerima pembaruan tersebut,

(4) mendorong pihak lain untuk berpartisipasi dan bersaing dalam mencobakan dan melanjutkan gagasan-gagasan baru tersebut,

(5) mengupayakan agar menerima unsur-unsur baru,

(6) kemampuan memanfaatkan atau memanipulasi sejumlah potensi lingkungan setempat yang relevan dengan tuntutan pembaruan,

(7) kejelian dalam memilih waktu dan menggunakan kesempatan yang tepat dalam memperkenalkan atau mensosialisasikan pembaruan tersebut,

(8) cukup fleksibel dalam memiliki unsur-unsur baru dengan mempertimbangkan faktor-faktor kesulitan yang ada pada saat itu,

(9) kemampuan untuk memelihara kontinyuitas pemeliharaan dan pengembangan unsur-unsur baru yang telah diterima oleh fihak lain. Semua spesifikasi dan kemampuan tadi lebih banyak bertumpu pada para pelaku, pemeran, atau aktor pembaruan, atau pelaku perubahan yang sering secara poluler disebut dengan agent of change. Bagaimana halnya dengan spesifikasi dan persyaratan yang mesti ada, siap, atau dimiliki oleh pihak penerima pembaruan atau perubahan tadi? spesifikasi yang ada pada penerima pembaruan atau pembangunan antara lain sebagai berikut ini. Pertama, adanya motivasi untuk timbulnya rasa membutukan dan memiliki pemahaman akan manfaat serta nilai praktis dari unsur-unsur baru tersebut. Kedua, sifat kepemimpinan, baik dalam kelembagaan struktural (negara, birokrat) maupun kelompok sosial. Ketiga, struktur sosial, baik dalam peran-peran individual maupun dalam status dalam rentang hubungan hirarkis, dan bentuk-bentuk hubungan sosial lainnya. Keempat, pengelompokkan individu, baik atas dasar subkultur (kelompok etnik) maupun atas dasar politis, apakah itu berskala kelompok birokrat lokal, regional, ataupun nasional. Kelima, pola perekonomian yang meliputi sistem produksi, distribusi, konsumsi, deferensiasi kerja dan alokasi waktu, serta nilai pemilikan tanah (lahan) dan nilai kebendaan lainnya. Keenam, kepercayaan masyarakat yang meliputi sistem agama, mistis, dan persepsi yang berkaitan dengan kesehatan, kebersihan lingkungan, dan persepsi tentang keadaan yang memerlukan perubahan.

Ringkasan (Bagian 1 dan 2) Apa sebenarnya orientasi-orientasi itu ?,

(1) meninggalkan unsur-unsur kehidupan sosial yang memang mesti ditinggalkan atau ditambah,

(2) mengadopsi dan mengadaptasi unsur-unsur baru,

(3) selain menyerap unsur-unsur modern, suatu masyarakat atau bangsa tidak luput juga perhatian untuk menyelusuri dan menggali serta menemukan nilai-nilai kepribadian atau jatidiri sebagai bangsa yang bermartabat.

Dalam suatu perubahan mesti ada sejumlah faktor kekuatan penggerak proses perubahan tersebut, antara lain sebagai contoh adalah,

(1) suatu sikap mental yang mampu menghargai karya dan prestasi orang lain,

(2) kemampuan untuk siap menaruh toleransi terhadap adanya sejumlah penyimpangan dari kondisi rutin dan semua itu dijadikan penguat untuk hasrat berubah, sebab memang pada dasarnya manusia itu sebagai mahluk yang suka menyimpang dari kondisi rutinitas, yaitu sebagai homo-deviant dan sekaligus sebagai mahluk pengabdi atau homo-devinant,

(3) menghargai pada suatu inovasi dan mampu memberikan penghargaan pada siapapun yang berinovasi, baik pada bidang sosial, ekonomi, dan iptek,

(4) tersedianya fasilitas dan pelayanan pendidikan dan pelatihan yang berkualifikasi progresif, demokratis, dan terbuka bagi siapapun yang mengaksesnya.

Posisi norma-norma tradisional dalam arena proses perubahan atau modernisasi, adalah sebagai berikut,

(1) sebagai penghambat proses modernisasi,

(2) ada yang berpotensi untuk dikembangkan, disempurnakan, dimodifikasi sehingga kondusif dalam menghadapi proses perubahan,

(3) ada pula yang memang relevan dengan unsur-unsur baru yang menjadi muatan arus perubahan atau modernisasi. Masyarakat kota, atau urban community, sering menyandang predikat sebagai inovator, dan spesifikasi dari masyarakat ini antara lain,

(1) dalam bentuk hubungan sosial apapun, orientasi kepentingan pribadi lebih dominan,

(2) hubungan dengan masyarakat luar, atau lain terbuka, baik secara teritorial maupun secara kultural,

(3) mereka yakin bahwa iptek bermanfaat secara signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan,

(4) mereka berdeferensiasi atas dasar profesi dan keahlian sebagai fungsi pendidikan dan pelatihan,

(5) aturan-aturan yang berlaku berorientasi pada aturan atau hukum yang formal dan bersifat kompleks,

(6) tatan ekonomi bertumpu pada ekonomi pasar dengan orientasi pada nilai-nilai uang, persaingan, dan nilai-nilai inovatif lainnya. Spesifikasi ini berlaku untuk skala kelompok atau masyarakat.

Permasalahan Sosial

NAMA:MANDAR NUR ASLAM

NPM: 53409478

KELAS:1IA04

Seiring perkembangan zaman yang kian semakin pesat, seperti teknologi yang semakin canggih dan mutakhir yang memiliki daya kemampuan yang tinggi. Namun seiring perkembangan teknologi pun di ikuti dengan perkembangan social yang sangat tinggi.semua itu memiliki dampak posotif dan negative dari setiap perkembangan .

Mungkin saat ini kita sulit atau sangat jarang menemukan suatu keadaan social yang rukun antar sesama manusia, saling bertoleransi dalam kehidupan masyarakat. Kini semua telah berubah akibat perkembangan zaman, perpindahan orde lama ke orde baru yang membuat manusia harus bisa mengikuti perkembangan tersebut.

kehidupan Social jarang kita temukan dalam lingkungan yang memiliki konteks perumahan elite / mewah. Rumah- rumah yang memiliki pagar yang besar dan sangat tinggi. Mereka yang hidup di daerah tersebut hanya memikirkan kepentingan sendiri tanpa melihat sekitar atau lingkungannya. Berbeda dengan hidup di perkampungan yang sangat memiliki social yang kuat , yang saling tolong menolong antar sesama manusia, contohnya saat kita mendapatkan musibah atau membututuhkan bantuan , pasti daerah tersebut saling bahu membahu, saling bergotong royong kepada siapapun yang memerlukan bantuannya.

Social juga bisa kita temukan dalam kehidupan sehari hari, seperti halnya orang dahulu lebih suka berobat kepada paranormal atau meminum jamu untuk menyembuhkan penyakitnya. Mereka belum percaya terhadap obat-obatan atau mungkin mereka pada zaman dahulu sangat memikirkan penghasilan mereka yang pas-pasan yang belum mencukupi berobat di rumah sakit terdekat karna biaya pengobatan yang cukup mahal.

Sebenarnya masalah social kita dapat temukan di berbagai tempat, dan social sampai kapan pun takkan ada habisnya, karena masalah social selalu mengikuti perkembangan zaman yang akan terus berubah dari generasi ke generasi. Tetapi dari semua masalah social pasti memiliki jalan keluar untuk memecahkan masalah social . oleh karena itu dalam konteks apa pun masalah social adalah suatu cerminan kita untuk saling menjaga , menghormati , menghargai sesama manusia. Dan oleh sebab itu kita semua adalah makluk social yang hidup di dunia ini tidak sendiri, tanpa mereka semua kita tidak bisa apa-apa.

Maka janganlah kita hanya mementingkan kepentingan sendiri tetapi kita lihatlah sekitar kita, yang membutuhkan bantuan atau hal apa pun yang dapat menjalin ikatan sosial menjadi erat, karena tanpa melihat dampak akibat dari perbuatan sosial tersebut yang dilakukan, kita takkan tahu betapa pentingnya peranan kehidupan sosial dalam kehidupan kita, dimana pun kita berada , marilah kita jalin hubungan sosial yang baik dan indah.