Kamis, 19 Mei 2011

namanya Erna ( cerpen )



Namanya Erna,gadis kecil berambut jagung itu.Umurnya delapan tahun dan belum masuk sekolah.Meskipun begitu Erna sudah pandai membaca sejak umur enam tahun,Mama,ibunya yang pemulung sering membawakannya majalah anak-anak bekas yang kadang masih lengkap halamannya namun lebih sering hanya tinggal beberapa lembar yang itupun sudah robek-robek,darisanalah Erna belajar membaca.Mama,walaupun lelah tetapi selalu memberikan waktu untuk mengajarkan Erna membaca dan membacakan cerita-cerita pendek untuknya sebelum tidur.Mereka hanya tinggal berdua karena ayah Erna bekerja menjadi petani di desa dan rumah meraka yang berupa potongan-potongan kayu lapis bekas dan sisa-sisa spanduk kampanye yang dibangun menjadi dua ruangan kecil yang dinamai kamar dan dapur.Letaknya dipinggiran tempat pembuangan sampah akhir.Bangunan itu mereka sebut rumah sederhana,mereka tidak menggunakan kata-kata rumah kumuh atau bedeng.

“Ucapkan kata-kata yang baik saja,seburuk apapun itu.Kalau ada orang lain yang mengatai kita orang miskin,tidak perlu sedih.Berbesar hatilah karena orang-orang miskin disayang Tuhan,mereka diberi lebih banyak dan besar kesempatan untuk memiliki hati yang lapang dibandingkan orang kaya.”

Kata-kata ibunya Erna itu selalu teringat di kepala Erna setiap kali ia merasa tidak percaya diri dan setiap ejekan datang dari teman-temannya diluar lingkungan pemulung.Maka erna akan membalas ejekan mereka dengan senyum manisnya saja.
Dulu erna sering bertanya pada Mama mengapa anak-anak seumurannya memakai seragam baru,tas bagus dan pergi sekolah sedangkan Erna hanya memakai baju bekas dan pergi ke tumpukan sampah kering mencari majalah bekas untuk dibaca.Dulu Erna sering menangis saat menonton televisi di salah satu rumah sederhana tetangganya yang mendapatkan televisi itu dari sampah-sampah dan beruntung sekali ternyata televisi itu masih bisa dinyalakan meski warnanya cenderung merah semua.Erna menangis karena berharap besar agar Mama juga bisa menemukan sebuah televisi ditumpukan sampah,tidak apa tua,tidak apa jelek asalkan bisa nyala dan Erna bisa mengajak teman-temannya nonton dirumahnya.Tapi Mama berkata lembut padanya,

“Erna,kalau kita belum diizinin Tuhan punya televisi,bahkan televisi yang jelek,mungkin Tuhan punya rencana untuk memberi kita televisi yang bagus.Dan untuk mendapatkan televisi yang bagus kita harus bersabar.” Dan Erna pun tersenyum lagi.

Tahun lalu saat tepat tanggal 17 Agustus,HUT kemerdekaan RI.Sepanjang jalan di komplek dekat tempat tinggal Erna dihiasi oleh hiasan-hiasan lampion warna-warni dan bendera merah putih dipasang disetiap rumah.Saat berjalan disana bersama Mama untuk mencari barang-barang bekas,Erna sampai terkagum-kagum.

“Mama,kenapa kita nggak pasang bendera merah putih juga ?” tanya Erna.

“Kita nggak punya uang untuk beli benderanya,Erna.” Jawab Mama.

“Tapi semua orang pasang bendera,kalau kita nggak pasang apa kita juga disebut orang Indonesia,Mama ?” tanya Erna lagi.

Mama membungkuk dan berkata,

“Nggak.Kita juga orang Indonesia walaupun nggak pasang bendera.Pasang bendera merah putih itu adalah salah satu cara memperingati dan menghormati jasa para pahlawan yang berjuang memerdekakan bangsa kita ini dari Penjajah.Tapi pasang bendera juga bukan satu-satunya cara menunjukkan rasa hormat kita,” Erna mendengarkan dengan serius kata-kata Mama, “ percuma kalau kita pasang bendera tapi tidak menghargai kebudayaan,peninggalan sejarah,kekayaan dan alam Indonesia.Negara kita ini kaya sekali Erna walaupun masih banyak orang miskinnya.Karena itu,jadilah seperti Indonesia,sebenarnya kaya tapi tidak sombong dengan kekayaannya malah kalau diolah dengan baik dan bijaksana bisa bermanfaat juga bagi negara lain.” Lanjut Mama.

“Tapi sekarang kita sudah merdeka dari penjajah,ya kan,Ma ?”

“Iya,kita sudah tidak dijajah lagi oleh bangsa lain tapi kalau tidak hati-hati,ada hal lain yang menjajah lebih parah daripada penjajah.” Kata Mama serius.

Erna terkejut,”Apa itu,Mama ?” tanya Erna ingin tahu.

“Yang menjajah lebih parah daripada penjajah saat ini adalah rasa serakah dan mau menang sendiri.Pahlawan kita dulu tidak pernah mengajari kita untuk serakah karena mereka juga berjuang tidak mengharapkan harta apa-apa bahkan mengorbankan harta benda mereka.Mereka juga tidak menang sendiri karena apa yang mereka perjuangkan bukan hanya untuk kepentingan mereka mereka saja tetapi kepentingan bangsa Indonesia yang besar ini,juga kepentingan kita,anak cucu keturunan mereka.Mereka yang berjuang untuk bangsa ini tanpa serakah dan rasa menang sendiri itulah yang pantas disebut pahlawan.”

Erna mengangguk-angguk,ia selalu senang saat Mama bercerita tentang hal-hal yang baru diketahuinya.Dan mereka meneruskan perjalanan sepanjang jalan yang dihias lampion warna-warni itu,dari satu tempat sampah ke tempat sampah lain.

***

Tahun ini,seminggu lagi tepat tanggal 17 Agustus.Sudah setahun dari cerita Mama tentang pahlawan bangsa dan mereka masih belum memiliki uang untuk membeli bendera.Keinginan Erna agar Mama-nya menemukan televisi di tumpukan sampah sekarang bertambah,ia juga berharap agar Mama menemukan bendera walau yang lusuh sekalipun.

Doanya terkabul,meski tidak dengan cara yang dia pikirkan.Tiga hari kemudian ada seorang wanita dermawan yang mengunjungi perkampungan tempat tinggal Erna yang ternyata adalah kepala yayasan yang baru saja didirikan di perumahan yang dilewati Erna dan Mama tahun lalu.Ibu itu bernama Ibu Kamila,berusia separuh baya dengan sanggul cantik dikepala.Ia datang dengan maksud menyelenggarakan perlombaan di kampung pemulung.

Siang itu anak-anak seumuran Erna dan remaja lainnya dihibur oleh perlombaan-perlombaan yang menarik.Erna mengikuti perlombaan memasukkan bendera kedalam botol dan berhasil keluar menjadi pemenang.Saat pembagian hadiah,Erna mendapati bahwa hadiahnya adalah buku cerita bergambar yang bersampul tebal dan mengkilat,bagus sekali,itu adalah benda paling bagus yang pernah Erna punya.

“Ibu Kamila,terima kasih hadiahnya,bukunya bagus sekali.” Ucap Erna saat Ibu Kamila memberikan hadiahnya.

“Sama-sama,sayang.Kamu namanya siapa ?” sahut Bu Kamila sambil tersenyum ramah.

“Saya Erna,Bu.Ibu Kamila,saya boleh minta sesuatu,nggak ?” tanya Erna.

“Boleh,kalau ibu bisa kasih pasti ibu berikan.Erna minta apa ?”

“Bendera yang tadi saya pakai di lomba,boleh nggak saya minta ?” pertanyaan Erna membuat Ibu Kamila bertanya bingung,

“Untuk apa ?”

“Untuk saya pasang di depan rumah saya.Mama saya nggak punya uang untuk beli bendera tapi saya ingin bisa pasang bendera di depan rumah saya,Bu,biarpun rumah saya cuma dari papan.Untuk menghormati jasa pahlawan dan menunjukkan kalau saya dan Mama saya cinta sama Indonesia.Kalau boleh,nanti saya bilang juga ke teman-teman saya biar mereka juga bisa pasang bendera di depan rumah mereka.” Jawabnya polos.

Mendengar itu Ibu Kamila tersenyum dan terdiam sesaat.

“Kamu boleh ambil benderanya tapi besok ibu akan kembali lagi membawa bendera sungguhan untuk semua yang tinggal disini.Dan ibu juga akan membawa kejutan untuk kamu dan teman-teman kamu.”

Erna tersenyum lebar lalu berlari menghampiri teman-temannya,tak lama suara sorak kegirangan terdengar dari Erna dan teman-temannya yang sekarang sedang asik mengumpulkan bendera-bendera kecil.

Esoknya Ibu Kamila benar-benar menepati janjinya.Ia datang pagi-pagi kerumah Erna dengan membawa sebuah bendera baru berukuran sedang lengkap dengan tiang bambu.Sukarelawan lainnya membantu mendirikan tiang dan memasang bendera di setiap rumah di sekitar tempat pembuangan sampah itu.

“Terima kasih,Ibu Kamila.Akhirnya saya bisa pasang bendera dirumah.” Ucap Erna dengan mata berbinar.Mama berdiri di sampingnya juga kelihatan bahagia.Ibu Kamila mengangguk.

“Tapi itu belum semua,kemarin kan ibu bilang kalau ibu punya kejutan untuk kamu dan teman-teman kamu.Ibu juga mau menepati janji yang satu itu.” Erna melihat kearah Mama,matanya bertanya,Mama menggeleng tidak tahu.Dalam pikirannya,Erna menebak kalau Ibu Kamila akan memberikan televisi masing-masing satu kepada dia dan keluarga teman-temannya,kalau memang benar begitu,hatinya pasti akan senang sekali.

“Apa itu,Bu ?” tanya Erna.

“Kejutan yang ibu maksud adalah kamu dan teman-teman kamu yang sudah berumur cukup untuk masuk sekolah tapi belum sekolah,akan dapat kesempatan untuk sekolah di sekolah dasar di yayasan milik ibu.Gratis !Kalian juga punya hak yang sama dengan anak-anak lain yang memiliki uang.”

Terdengar suara pekikan,datangnya dari Mama.Ia senang bukan kepalang mendengar hal itu,impiannya agar Erna bisa sekolah,menjadi orang pintar dan berguna bagi orang lain akan menjadi kenyataan.Mama bersyukur sekali hingga berkaca-kaca dan Erna lompat-lompat kegirangan,ini lebih daripada harapannya mendapatkan televisi.Kabar itu juga disambut baik oleh teman-teman Erna.Di hari kemerdekaan ini Erna dan teman-teman di pemukiman rumahnya mendapatkan kemerdekaan mereka sendiri.kemerdekaan mereka dari kebodohan dan kemerdekaan anak-anak Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang adil.

Dan bagi Erna,selain para pahlawan yang telah gugur dalam merebut kemerdekaan Indonesia,pahlawan sejatinya adalah ibu cantik dan baik hati bernama Ibu Kamila serta pahlawan terbesarnya adalah Mama.

“Nanti kalau Erna sudah sekolah dan jadi orang pintar,Erna akan cari uang untuk beli televisi ya,Ma.” Ucap Erna sambil mengerling pada Mama yang tertawa lalu memeluk anaknya itu erat.



Manda-err,Agustus 2010